BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat
ilmu secara umum dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan
sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu,
filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek
khusus, yaitu ilmu pengetahuan yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu
hampir sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara itu, filsafat ilmu sebagai
landasan filosofis bagi proses keilmuan, ia merupakan kerangka dasar dari proses
keilmuan itu sendiri.
Secara
sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib dengan
bebas dan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu persoalan, yakni
berfikir yang mempunyai ciri-ciri khusus, seperti analitis, pemahaman
deskriptif, evaluatif, interpretatif dan spekulatif. Sejalan dengan ini, Musa
Asy’ari menyatakan bahwa filsafat adalah berfikir bebas, radikal, dan berada
pada dataran makna. Bebas artinya tidak ada yang menghalang-halangi kerja
pikiran. Radikal artinya berfikir sampai ke akar-akar masalah (mendalam) bahkan
sampai melewati batas-batas fisik atau yang disebut metafisis. Sedang berfikir
dalam tahap makna berarti menemukan makna terdalam dan suatu yang terkandung
didalamnya. Makna tersebut bisa berupa nilai-nilai seperti kebenaran, keindahan
maupun kebaikan.
Maka dari
itu, filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal jugamemiliki obyek
pembahasan, yaitu obyek material dan obyek formal.
a. Obyek
material filsafat adalah segala yang ada, baik mencakup ada yang tampak maupun
ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedang ada yang
tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosuf membagi obyek material
filsafat atas tiga bagian, yaitu: yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam
alam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan.
b. Adapun
obyek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan
rasional tentang segala yang ada.
Dalam
perspektif ini dapat dipahami bahwa filsafat ilmu pada prinsipnya juga memiliki
obyek pembahasan tersendiri, yang mana para ahli filsafat ilmu telah membaginya
menjadi dua obyek, yakni obyek substantif dan obyek instrumentatif :
a. Obyek
Subtantif, terbagi menjadi dua :
1. Fakta (Kenyataan)
2. Kebenaran
b. Obyek
Instrumentatif, terbagi menjadi dua :
1.
Konfirmasi
2.
Logika Inferensi
Berdasarkan
uraian diatas, maka disini kami akan membahas tentang poin pertama dari obyek
instrumentatif dari filsafat ilmu, yakni mengenai konfirmasi, baik berupa
definisi konfirmasi, aspek-aspek konfirmasi, maupun pembagian teori-teoridalam
ruang lingkup konfirmasi.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana
hubungan konfirmasi dalam aspek filsafat komunikasi?
C. Tujuan
Untuk
mengetahui dan mendeskripsikan konfirmasi dalam aspek filsafat komunikasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Konfirmasi
Konfirmasi
berasal dari bahasa Inggris “Confirmation” yang berarti penegasan, pengesahan.
Konfirmasi apabila dikaitkan dengan ilmu, maka fungsi ilmu adalah menjelaskan,
memprediksi, dan menghasilkan. Menjelaskan ataupun memprediksi, tersebut lebih
bersifat interpretasi untuk memberikan makna tentang sesuatu.
Fungsi
ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau
memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi
absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan
asumsi, postulat, atau axsioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah
bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat
penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik
dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif
Konfirmasi
berupaya mencari hubungan yang normatif antara hipotesis (kesimpulan/dugaan
sementara) yang sudah diambil dengan fakta-fakta. Ada dua aspek
konfirmasi, antara lain:
a. Kualitatif, yaitu informasi untuk
konfirmasi didapat dalam bentuk narasi atau deskripsi (gambaran seluruhnya).
Contohnya, dalam sebuah penelitian, peneliti menggunakan teknik wawancara untuk
mendapatkan data ilmiah.
b. Kuantitatif, yaitu informasi untuk
konfirmasi yang didapat dalam bentuk angka. Konfirmasi kuantitatif membutuhkan
sampel-sampel yang bisa mewakili keseluruhan bahan penelitian sehingga bisa
dilakukan generalisasi kesimpulan. Contoh penerapan konfirmasi kuantitatif
dalam penelitian adalah penggunaan angket.
B. Aspek Kuantitatif dan Kualitatif Konfirmasi
Dasar
untuk memastikan kebenaran penjelasan atau kebenaran prediksi, sebagian ahli
menggunakan aspek kuantitatif, dan sebagian lain menggunakan aspek kualitatif.
Derajat konfirmasi kuantitafif dibangun berdasar hipotesis mengenai obyek yang
diukur dan seluas hipotesisnya. Derajat konfirmasinya bersifat probabilitas;
probabilitas dari hasil analisis frekuensi. Derajat konfirmasi kuantitatif
menjadi masalah pada keluasan generalisasi. Sejauh mana generalisasi dapat
diterapkan. Konfirmasi kuantitatif juga menimbulkan masalah pada derajat
signifikansinya. Batas koefisien yang dianggap signifikan menjadi masalah,
karena dalam terapan dijumpai batas signifikansi statistik dan batas
signifikansi arbriter, misal dalam analisis data psikologik, data sosiologis
yang mentolerir koefisien lebih rendah dari tabel signifikansi statistik,
karena obyek telaahnya adalah manusia.
Untuk
membangun konfirmasi kualitatif dan upaya melepaskan dari yang kuantitatif
nampaknya memang belum dapat dilakukan sepenuhnya. Sempel menggunakan analisis
sintaktikal untuk membuat konfirmasi kebenaran. Carnap menggunakan dua model
bahasa, yaitu: bahasa terjemahan dan bahasa interpretasi. Para positivist logis
menuntut agar ilmu empirik mereduksi empiri menjadi bahasa penuh arti yang
dapat diverifikasi. Carnap mengganti konsep verifikasi dengan konfirmasi. Para
phenomenolog menuntut agar ilmu empiri menjadi esensi untuk ditampilkan sebagai
bahasa penuh makna yang sentaktikal atau semantikal. Popper menyatakan bahwa
untuk membuat konfirmasi tidak dapat membuat dengan verifikasi lewat pengujian
hipotesis, dan menawarkan uji falsifikasi untuk mengkonfirmasikan teori.
C. Teori Konfirmasi
Teori
kepastian atau Confirmation Theory berupaya mencari deskripsi
hubungan normatif antara hipotesis dengan evidensi, hubungan tersebut berupaya
mengukur atau mengindikasikan apakah dan bagaimana suatu evidensi menjamin
percaya kita pada hipotesis. Sampai sekarang setidaknya ada tiga teori
konfirmasi, yaitu: Decision Theory, Estimation Theory, dan Reliability
Analisys.
a. Decision Theory
Menerapkan
kepastian berdasar keputusan “apakah hubungan antara hipotesis dengan evidensi
memang memiliki manfaat aktual”. Kriteria “manfaat aktual” memang bersifat
subyektif.
b. Estimation Theory
Kepastian
dengan memberi peluang benar-salah dengan menggunakan konsep probabilitas.
Konsep ini dominan dalam analisis statistik. Hempel menggunakan konsep
probabilitas dengan mendasarkan pada hubungan logis antara proposisi (yang
menyatakan tentag evidensi) dengan hipotesis. Sedangkan Rudolp Carnap
mendasarkan pada hubungan sintaktikal antara evidensi dengan hipotesis.
c. Reliability Analysis
Menetapkan
kepastian dengan mencermati stbilitas evidensi (yang mungkin berubah-ubah
karena kondisi atau karena hal lain) terhadap hipotesis.
Kepastian
dapat pula dikonstruk atas pemikiran orang tentang choic of action.
Dalam filsafat kita kenal determinisme dan indeterminisme. Para ahli
mempertanyakan: apakah alam semesta ini deterministik atau memiliki peluang
berkembang yang indetrminate. Banyak ahli menganut yang pertama, tetapi lebih
banya yang menganut yang kedua[1].
D. Inferensi
Inferensi merupakan suatu proses penarikan konklusi
dari satu atau lebih proporsisi (keputusan). Konklusi yang ditarik tidak boleh
lebih luas dari premis-premisnya. Suatu inferensi bisa mengakui ataupun
memungkiri suatu kesatuan antara dua pernyataan. Inferensi bertolak dari
pengetahuan yang sudah ada dan bergerak ke pengetahuan yang baru. Proses
penarikan interferensi dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Deduktif
Deduktif yaitu proses penarikan konklusi secara umum, baru kemudian
dijabarkan secara khusus. Proses deduktif sendiri dibagi lagi menjadi dua,
diantaranya:
1.
Inferensi langsung,
yaitu cara penarikan kesimpulan hanya dari sebuah premis.
2.
Inferensi tidak
langsung, yaitu cara penarikan kesimpulan dari dua atau lebih premis.
b. Induktif
Induktif merupakan proses penarikan konklusi dengan menyimpulkan hasil
penjabaran-penjabaran secara umum.
Istilah-istilah dalam inferensi
a)
Antesendens, merupakan proporsisi-proporsisi yang menjadi premis-premis dalam suatu
siloggisme.
b) Konsekuens, merupakan proporsisi
yang menjadi konklusi.
c) Term mayor, adalah predikat
konklusi.
d) Term minor, adalah subjek
konklusi.
c.
Hukum Inferensi
1)
Jika premis-premisnya
benar, maka kesimpulannya benar.
2)
Jika premis-premisnya
salah, maka kesimpulannya bisa benar, bisa juga salah.
3)
Jika kesimpulannya
salah, maka premis-premisnya salah.
4)
Jika kesimpulannya
benar, maka premis-premisnya bisa benar ataupun salah.
E. Konstruksi Teori
a) Definisi Teori
Teori merupakan model atau kerangka berpikir yang menjelaskan fenomena
alami/sosial tertentu. Menurut KBBI,
teori merupakan pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan suatu peristiwa.
Menurut Miarso, teori
merupakan cara untuk mengamati gejala yang ada berdasarkan data empiris. Jadi,
suatu teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Ada
dua kutub arti teori, yaitu kutub yang menyatakan teori sebagai hukum
eksperimental, dan kutub yang menyatakan teori sebagai hukum yang berkualitas
normal. Contoh teori hukum eksperimental adalah Hukum Mendel, sedangkan teori
hukum berkualitas normal contohnya adalah Teori Relativitas Einstein.
b) Pengelompokan perkembangan ilmu pengetahuan
a.
Animisme, merupakan fase percaya pada mitos
b.
Ilmu empiris, sudah menggunakan tolok ukur ilmu yang diantaranya adalah pengalaman,
klasifikasi, hubungan sebab akibat, dan perkiraan kebenaran.
c.
Ilmu teoretis, merupakan fase yang mengemukakan gejala-gejala dalam ilmu dengan kerangka
pemikiran.
c) Pembangunan konstruksi teori
a.
Abstraksi generalisasi
b.
Deduksi probabilistik
dan deduksi apriori
d) Model konstruksi teori
a.
Korespondensi, kebenaran dibuktikan dengan menemukan hubungan kebenaran tersebut dengan
hal lain.
b.
Koherensi, kebenaran dibuktikan dengan kesesuaian dengan moral tertentu.
c.
Paradigmatis, kebenaran ditata dengan pola hubungan yang beragam dan menyederhanakan
yang kompleks.
e) Aliran dalam konstruksi teori
a.
Redeuksionisme, menyatakan bahwa teori merupakan suatu hal yang abstrak dan tidak dapat
diamati secara empiris maupun diuji secara langsung.
b.
Instrumentalisme, menyatakan bahwa teori merupakan instrumen pernyataan observasi agar
terarah dan terkonstruksi.
c.
Realisme, menyatakan bahwa teori dianggap nyata bila objek secara substansi ada di
dunia nyata.
F. Hasil Wawancara
Dosen : Moch.Choirul Arif,M. Fil.I
Menurut dosen filsafat menjelaskan tentang filsafat konfirmasi bahwa konfirmasi
adalah teknik penggalian data yang digunakan untuk mempertegas atau memperjelas
kebenaran data yang diperoleh dari pihak lain. Konfirmasi juga dapat dikatakan
upaya yang dilakukan seseorang untuk memastikan kebenaran yang dimilikinya atau
diyakininya dari pihak lain.
Menurut dosen Moch. Choirul Arif,M.Fil.I bahwa filsafat terdapat paradigma
filsafat dalam komunikasi diantaranya:
a.
Paradigma mekanistik
adalah proses komunikasi seperti mesin,maka dalam berkomunikasi membutuhkan
komunikator,komunikan,media,dan efek.
b.
Paradigma psikologis
adalah komunikasi berangkat dari ranah psikologis.maka dalam berkomunikasi
hanya terdapat keterlibatan antara komunikator dan komunikan dalam proses komunikasi
dan pemahaman psikologis
c.
Paradigma interaksionisme
simbolik adalah paradigma yang melibatkan bahwa proses komunikasi sejatinya
adalah interaksi simbol-simbol yang dimiliki antara manusia dan lingkungannya
sehingga untuk bisa memahami apa itu komunikator dan komunikasi yang dilakukan
oleh seseorang dalam paradigma interaksionisme simbolik baik komunikan maupun
komunikator harus memahami pikiran,perasaan,nilai-nilai yang dianut,lingkungan
dari komunikator dan komunikan itu dan harus dapat diterima di keduanya
sehingga pesan dapat diterima.
d.
Paradigma kritis adalah
proses komunikasi tidak berjalan alamiah tetapi perlu dengan
kesengajaan,kepentingan bahkan terdapat pertarungan didalamnya.
e.
Paradigma fenomenologi
adalah proses komunikasi yang mencoba melihat sesuatu dibaliknya. Contoh orang
tersenyum bukan berarti dia bahagia bisa jadi orang tersenyum menunjukkan
kekecewaannya,orang susah cemberut apakah dia susah dan bersedih? Belum tentu
bisa jadi wajahnya yang memang seperti itu. Fenomenologi melihat makna yang
muncul dibalik yang tampak.
Dalam filsafat,
konfirmasi tidak terdapat didalam filsafat, konfirmasi dikenal dalam filsafat
sangat praktis. Konfrmasi masuk di dalam ranah metode yaitu metodologi
penelitian ranah konfirmasi yang berada
di metode itu menjadi bagian teknis dari epistimologi.
Epistimologi, hal ini
berbicara bagaimana caranya membuat kursi itu? Aksiologi berbicara tunggal atau
jamak. Hal ini berbicara untuk apa kursi itu dibuat?
Konfirmasi dalam konteks
filsafat masuk dalam konteks metodologi yaitu bagaimana menemukan kebenaran
berdasarkan sumber lain.
Contoh:
kakak menyuruh adek: Dek
kamu disuruh ibu beli kacang.
Adek : masa’ sih ? sebentar ku tanya ibu dulu.
Bu,aku bener gak? Kata kakak,aku disuruh beli kacang?
Ibu : iya nak benar.
Hal ini menunjukkan
bahwa peristiwa ini adalah konfirmasi.
Contoh:
Ketika saya mewawancarai
bapak dosen ini,menggunakan teknik wawancara dengan bertanya pengertian
filsafat dan komunikasi lalu saya bertanya kepada dosen filsafat lainnya
tentang apakah benar pengertian filsafat adalah seperti ini? Dan dosen tersebut
menjawab iya benar itu adalah filsafat tapi belum ke komunikasi. Maka hal ini
dinamakan konfirmasi.
Jadi kesimpulan,
konfirmasi adalah teknik bukan bahasan filsafat. Caranya benar atau tidak
seperti ini karena hal ini termasuk epistemologi
G. Analisa Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan dapat kami ambil
kesimpulan persamaan dari berbagai referensi buku, konfirmasi adalah
memastikan,memprediksi Menjelaskan ataupun memprediksi, tersebut lebih
bersifat interpretasi untuk memberikan makna tentang sesuatu. (Prof.Dr.dr.Stefanus Supriyanto,MS.Filsafat Ilmu.2013)
Hubungan filsafat dengan komunikasi adalah berhubungan dan sejalan dengan
adanya tema konfirmasi. Ilmu komunikasi membutuhkan komunikator,komunikan,media
dan efek, hal ini dijelaskan pada paradigma mekanistik begitu pula pada
referensi buku ilmu komunikasi dalam teori lasswell menjelaskan bahwa formula
komunikasi berbunyi “who,say What, with What Channel, to Whom, and with What
Effects” (Drs.Onong Uchjana Effendy,M.A.Ilmu
Komunikasi Teori dan Praktek.1984)
Dalam pelbagai definisi hasil analisa wawancara tersebut dapat disimpulkan
bahwa konfirmasi dalam filsafat komunikasi tidak ada dalam bahasan karena
konfirmasi dapat didefinisikan sebagai teknik untuk menjadi suatu metedologi
penelitian yang termasuk dalam kualitatif dan kuantitaif. Penelitian
kuantitatif berangkat dari logika berpikir deduktif. Sedangkan pada penelitian
kualitatif berangkat dari sejumlah kejadian (fenomena) yang diobservasi
(diamati),kemudian disusunlah polanya. (Prof.DR.Ahmad Tafsir.Filsafat Umum.2013)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Obyek dalam
Filsafat Ilmu terdiri dari obyek Subtantif dan instrumentatif. Konfirmasi
termasuk dalam obyek Instrumentatif. Pengertian Konfirmasi yakni berasal dari
bahasa Inggris “Confirmation” yang berarti penegasan, pengesahan.
Aspek dalam
Konfirmasi terdiri dari:
Aspek
Kuantitatif yaitu derajat konfirmasi kuantitafif dibangun berdasar
hipotesis mengenai obyek yang diukur dan seluas hipotesisnya.
Aspek
Kualitatif yaitu derajat konfirmasi kualitatif dibangun
berdasar informasi yang didapat dengan konfirmasi dalam bentuk narasi atau
deskripsi (gambaran seluruhnya).
Pada
hakekatnya, konfirmasi tidak terdapat dalam bahasan spesifik di dalam filsafat
komunikasi. Konfirmasi hanya menjadi suatu teknik dalam metodologi penelitian
di dalam filsafat komunikasi yang memiliki dua aspek yaitu kualitatif dan
kuantitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Muhadjir,
Noeng, Filsafat Ilmu, 1998, Yogyakarta: Rakesarasin
Muhammad Mufid, 2010, Etika dan Filsafat Komunikasi,
Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Prof.Dr.dr.Stefanus Supriyanto,MS.,Filsafat Ilmu,2013: Prestasu Pustakaraya
0 comments:
Post a Comment