1. Pengertian studi
islam
Secara etimologis, studi islam merupakan terjemahan
dari bahasa arab dirasah islamiyah. Dalam kajian islam di barat, studi islam
disebut Islamic studies. Dengan demikian, studi islam adalah kajian tentang
hal-hal yang berkaitan dengan keislaman. Tentu makna ini sangat umum, karena
segala sesuatu yang berhubungan dengan islam dikatakan studi islam. Oleh karena
itu, perlu ada spesifikasi pengertian terminologis tentang studi islam dalam
kajian ini, yaitu memahami dengan menganalisis secara mendalam hal-hal yang
berkaitan dengan dengan agama islam, pokok-pokok ajaran islam, sejarah islam,
maupun pelaksanaannya dalam kehidupan.
Untuk memahami beberapa dimensi dari agama islam,
maka diperlukan metode pendekatan yang secara operasional konseptual dapat
memberikan pemahaman bahwa islam sangat luas. Tentunya untuk menemukan dan
menguji pendekatan-pendekatan tersebut dilakukan melalui penelitihan.
Penelitihan (research) adalah upaya sistematis serta obyektif untuk mempelajari
suatu masalah dan menemukan suatu prinsip-prinsip umum. Selain itu, penelitihan
juga berarti upaya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk menambah
pengetahuan.
Pengertian agama bukan meneliti hakikat agama dalam
arti wahyu, melainkan meneliti manusia yang menghayati, meyakini dan memperoleh
pengaruh dari agama. Dengan kata lain, penelitian agama bukan meneliti
kebenaran teologis atau filosofis, akan tetapi bagaimana agama itu ada dalam
kebudayaan dan system social dengan berdasarkan pada fakta atau realitas
sosio-kultural. Dengan bahasa ilmiyahnya, mengkaji islam secara scientific.
Untuk melakukan suatu penelitihan, dibutuhkan
metode. Ilmu yang mempelajari metode itu disebut sebagai metodologi. Metodologi
studi islam mengkaji tentang metode-metode, pendekatan-pendekatan, yang
digunakan dalam malakukan penelitihan terhadap beberapa hal yang berkaitan
dengan islam[1].
Tentunya memahami islam tidak dapat dengan melalui pendekatan ilmu pasti,
karena ia terkait dengan pemahaman seseorang, yang tidak dapat diukur dengan
ilmu pasti.
2. Sejarah
pertumbuhan studi islam
Studi islam sebagai sebuah disiplin,
sebenarnya sudah dimulai sejak lama. Studi ini memiliki akar yang kokoh di kalangan
sarjana muslim dalam tradisi keilmuan tradisional.mereka telah mengupayakan
interpretasi tentang islam dan hal ini terus berlanjut hingga sekarang. Ketika
terjadi kontak antara orang Kristen dan islam, studi islam mulai memasuki
wilayah Kristen eropa pada masa pertengahan. Pada masa ini, kajian lebih
diwarnai oleh tujuan polemic, karena islam dipahami oleh kalangan orientalis
dengan pemahaman yang tidak layak. Meskipun demikian, kontak dengan ketegangan
antara islam dan barat pada akhrinya menemukan titik dimana studi islam
memperoleh manfaat besar dari perkembangan metodologi dan kajian ilmiyah di
barat.
Dalam decade terakhir ini, saling tumbuh
kesadaran akan pentingnya berbagai pendekatan ilmiyah dalam bidang Islamic
studies dan perhatian akan problem-problem yang di hasilkan dari berbagai
pendekatan ini. Dalam setiap pendekatan dijumpai kemungkinan-kemungkinan metode
tertentu yang lebih kritis dan aplikatif daripada metode lainnya. Pendekatan
dan metode yang digunakan sangat tergantung pada apa yang ingin diketahui dan
jenis data yang ingin diakses. Oleh Karen itu dalam Islamic studies terdapat
multiplisitas pendekatan dan metode yang saling melengkapi dan mengisi secara
kritis komunikatif. Sebagai contoh,dalam studi tentang data keagamaan, seperto
al-qur’an, teks-teks klasik dan interpretasi tentang makna-makna
keagamaan,meskipun pendekatan dan metode yang digunakan sama, kesimpulan
ilmiyahnya bisa berbeda, karena ada sensibilitas yang berbeda antara satu
peneliti dan peneliti lainnya.
Jika di lacak, sejarah pertumbuhan studi
islam bisa dilihat pada abad ke-19, di mana kajian islam pada masa ini lebih
menekankan pada tradisi filologi.para pengkaji di bidang ini adalah dari
kalangan pakar bahasa,ahl teks-teks kunci klasik, yang melalui bahasa dan teks-teks
kunci klasik itu mereka dapat memahami gagasan dan konsep-konsep utama yang
membentuk umat islam, tanpa memahami konteks.[2]
Pendekatan filologis (philological approach) menekankan pada bahasa teks. Para
pengkaji di bidang ini adalah dari kalangan pakar bahasa, ahli teks-teks kunci
klasik, yang melalui bahasa dan teks klasik itu mereka dapat memahami
gagasan-gagasan dan konsep-konsep utama yang membentuk umat islam, tanpa
memahami konteks.[3]
Akan tetapi, kajian islam melalui
pendekatan filologi ini memiliki keterbatasan, di antaranya adalah penekanannya
yang eksklusif terhadap teks. Dunia islam dipahami melalui cara tidak
langsung,tidak dengan melalui penelitihan kehidupan muslim yang ada dalam
masyarakatnya, tetapi melalui prisma teks, yang umumnya teks-teks itu berasal
dari tradisi intelektual klasik milik islam. Kajian ini berfokus pada
tulisan-tulisan muslim, bukan pada muslimnya sendiri.[4]
Inilah yang menyebabkan para filolog dan orientalis banyak melakukkan kesalahan
dalam memahami data keagamaan. meskipun demikian, pendekatan ini sangat
membantu
dalam membuka kekayaan daftar materi keislaman dari dokumen-dokumen lama,
karena melakukkan studi terhadap islam tanpa menguasai bahasa arab adalah
sebuah kemustahilan.
Pada masa berikutnya, para
pengkaji mulai menyadari kelemahan kajian filologi ini, sehingga muncullah
kajian sains. Para penganjur pendekatan kedua ini berpendapat bahwa kajian
tentang masyarakat harus diupayakan melalui metode-metode sains seperti yang di
pahami oleh ilmuan sosial. Jadi kelompok ini mencoba mencari jalan pintas.
Makna dan muatan kultural dari institusi sosial. Jadi kelompok ini mencoba
mencari jalan pintas. Makna dan muatan kultural dari institusi sosial tidak
relevan dan dikesampingkan. Bagi kelompok ini, masyarakat bukanlah sistem
makna, tetapi mesin sosial. Kelemahan ke dua dari pendekatan ini adalah terlalu
mengesampingkan keunikan masyarakat, menyamakan semua masyarakat di dunia yang
berjalan di atas rute yang sama, yaitu menuju modernitas.
Dari kekurangan-kekurangan yang
dimiliki oleh dua pendekatan tersebut, tampak jelas akan perlunya suatu
pendekatan lain yang dapat menghindari keterbatasan dari masing-masing
pendekatan tersebut, bahkan mengkombinasikan dan mengembangkan lebih jauh
kekuatan keduanya. Maka muncullah kemudian pendekatan lain, yang di munculkan
oleh pengkaji islam, baik dari timur maupun barat, seperti pendekatan
fenomenologi dan lain sebagainya.
[1] Richard C. Martin, “islam and religious studies”, dalam approaches
to islam in religious studies (USA: Arizona University Press, 1985), 2.
[2] Noor Chozin Askandar, pendekatan dalam studi islam (makalah kelas
program doctor UINSA, angkatan 2003).
[3] Ibid.
[4] Zakiyuddin Baidhawi, “perkembangan kajian islam dalam studi agama,”
0 comments:
Post a Comment